Sabtu, 22 Februari 2014

tari badaya sunda



Biasanya tarian badaya digelar dalam upacara kenegaraan di pemerintahan, baik kabupaten maupun kota. Namun kali ini, tari badaya ditarikan di sebuah gedung teater tertutup berkapasitas 650 orang untuk menyambut para siswa SMA yang sengaja diundang untuk memberikan apresiasi.

Pasalnya, sudah dipastikan anak-anak SMA ini belum pernah menyaksikan tari badaya, yakni sebuah tarian yang termasuk dalam rumpun tari wayang. Mereka biasanya menyaksikan modern dance, boyband, dan girlband. Tapi saat disuguhi tarian yang termasuk tarian menak, para siswa banyak yang terbengong-bengong. Bahkan ada yang enggan mengedipkan matanya. Melotot terus seolah tidak mau lepas satu gerakan pun. Tentunya hal ini merupakan suatu yang positif bagi perkembangan tarian tradisional.

Para penari tampil mengenakan kostum berwarna biru muda dipadu kain batik rereng pakis menambah keanggunan para penari. Mereka menari mengikuti irama gamelan yang ditabuh secara live. Gerakan pokok menari pun mereka suguhkan, seperti adeg-adeg, jangkung ilo, mincid, keupat, gedut, kiprahan, tindak tilu, engkek gigir, mamadapan, dan calok sembahan. Semua disuguhkan ngaguluyur sehingga tarian tersebut begitu indah.

Tari badaya mengandung karakter putri Sunda mencerminkan pribadi yang energik, adaptif, dan inovatif dalam membangun sisi femininnya. Ini dapat dibedakan dengan tarian putri dari Jawa dan Bali. Karakter putri Jawa lebih mengutamakan kehalusan, keteraturan, dan pengendalian dalam mewujudkan sikap feminin. Sedangkan karakter putri Bali mengutamakan kontras dan kemandirian dalam mewujudkan sisi femininnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai-nilai feminitas dalam ketiga wilayah budaya yang mempunyai persamaan akar sejarah ini telah berkembang dan diwarnai oleh napas budaya masing-masing.

Di tanah Sunda atau Priangan ada perbedaan tentang tari badaya, yakni berdasarkan penciptanya. Pertama tari badaya karya R. Sambas lahir dari kalangan menak dan termasuk ke dalam rumpun tari keursues. Kedua tari badaya karya Iyus Rusliana yang lahir dari cerita pewayangan sehingga termasuk ke dalam rumpun tari wayang. Akan tetapi, kedua tarian ini mempergunakan lagu yang sama sebagai musik pengiringnya, yaitu lagu "Kawitan Batarubuh" dan "Naik Lagu Badaya".

Terciptanya tarian badaya karya R. Sambas karena ada keinginan untuk mencoba mencari suasana baru dengan menampilkan wanita sebagai penari, namun bukan berarti tidak ada tarian wanita. Hanya yang menariknya hampir selalu dilakukan oleh laki-laki. Sedangkan tari badaya karya Iyus untuk merefleksikan keberadaan perempuan dalam sebuah tarian wayang.

Persamaan dan perbedaan lainnya secara fisik dapat dilihat dari gerakan-gerakannya dan penataan kostum. Kedua tarian ini memiliki kelebihan dan kekhasan masing-masing dan dapat hidup berdampingan dalam mengisi kekhasan tari-tarian di Jawa Barat dan semoga akan terus berlangsung hidup sesuai dengan keadaan dan kemajuan zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar